Berita  

Gus Badas: Apabila Di Borongnya Dukungan Partai Politik Jadi Pemicu Matinya Demokrasi Di Kabupaten Kediri.

IMG 20240506 WA0001

Geraknews.com-Fenomena calon tunggal sangat terkait dengan dinasti politik, yang membuat “demokrasi” terpusat pada jaringan politik keluarga.

Seperti yang terjadi di Pilkada tahun 2020 diikuti oleh 25 calon tunggal yang bertarung melawan kotak kosong atau bumbung kosong Terdapat tren peningkatan calon tunggal dari waktu ke waktu.

Informasi yang didapat awak media ini Pada pilkada 2015, hanya ada 3 calon tunggal, lalu naik menjadi 9 daerah pada 2017, selanjutnya menjadi 16 pada 2018, dan 25 daerah pada 2020. Data sirekap KPU 2020 menunjukkan 24 dari 25 calon tunggal menang.

 

Dengan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi ini, strategi calon tunggal besar,kemungkinan akan semakin banyak digunakan dalam ajang pilkada di masa mendatang. 

Calon tunggal dapat terjadi karena dua faktor, pertama karena profil yang populer sehingga calon lain merasa peluangnya untuk menang dalam pertarungan menjadi rendah.

Calon populer ini biasanya petahanan yang sukses membangun daerahnya. Akhirnya tidak ada calon lain yang siap maju. Kedua, faktor kesengajaan dengan memborong dukungan dari partai politik sehingga menutup peluang calon lain maju dari jalur partai politik.

Di sisi lain, untuk maju dari jalur independen juga cukup berat karena adanya persyaratan dukungan antara 6,5-10 persen dari jumlah pemilih. 

Fenomena calon tunggal yang diduga dengan sengaja direkayasa berpotensi mengurangi kualitas bahkan mematikan demokrasi.,rakyat diminta terkesan dipaksa untuk memilih calon yang ada atau kotak kosong (Bumbung Kosong).

Dalam mekanisme seperti ini, seolah-olah rakyat memiliki pilihan, tetapi sesungguhnya pilihan yang ada bersifat semu karena calon yang disodorkan merupakan hasil rekayasa.

Kekawatiran tersebut diungkapkan oleh Gus Badas salah satu tokoh masyarakat dan pengamat Politik di Kabupaten Kediri.

Gus Badas mengatakan Calon yang ada belum tentu figur yang memenuhi kualifikasi sebagai pemimpin dan dengan kampanye masif, maka kemenangan mudah diraih. 

Fenomena calon tunggal sangat terkait dengan dinasti politik, yaitu praktik politik dengan cara menguasai jabatan politik kepada keluarga dan kerabat dekat.

Politik dinasti sangat terkait dengan dinasti partai di mana partai-partai tertentu dikuasai oleh keluarga. Dari situlah, elit partai menentukan calon-calon yang akan menduduki jabatan politik, dari bupati, walikota, gubernur sampai dengan anggota parlemen. 

Dalam situasi seperti ini, maka kader partai yang sudah mengabdi puluhan tahun dan tidak memiliki modal finansial sulit untuk mendapatkan rekomendasi dan dukungan partai,tokoh masyarakat yang tidak berpartai, lebih kecil lagi peluangnya untuk menjadi pemimpin.

Dalam pilkada ditahun 2020 yang lalu , sejumlah calon tunggal yang memiliki koneksi politik merupakan anak muda yang sama sekali belum memiliki pengalaman politik akan tetapi dipaksakan.

Memimpin sebuah daerah bukanlah tempat untuk sekedar coba-coba atau tahap belajar karena menyangkut nasib ratusan ribu, bahkan jutaan rakyat. 

Dinasti politik menyebabkan sulitnya mekanisme kontrol pemerintahan,jika dalam satu keluarga besar ada yang menjadi bupati atau walikota sementara kerabatnya menjadi anggota DPRD, maka sulit untuk mengharapkan anggota DPRD tersebut bersikap kritis terhadap pemerintahan yang dijalankan oleh keluarganya. Atau ketika pemimpin daerah terpilih memiliki koneksi dengan orang kuat di pusat kekuasaan di Jakarta, maka DPRD akan segan untuk melakukan kontrol dengan baik karena bagaimanapun juga, kebijakan partai di tingkat daerah akan mengikuti perintah pusat ujarnya.

Gus Badas menambahkan Politik dinasti sebagai salah satu penyebab maraknya calon tunggal pernah diatur dalam UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang melarang adanya hubungan kekerabatan dengan petahana.

Namun, mahkamah Konstitusi membatalkan ketentuan tersebut karena melanggar hak konstitusi, yaitu hak untuk dipilih. Pelarangan ini menimbulkan diskriminasi karena adanya perbedaan perlakuan akibat kelahiran dan kekerabatan. 

Upaya mengatur cengkeraman politik dinasti perlu terus diupayakan, namun tentunya dalam bentuk UU yang tidak melanggar hak lainnya.

Misalnya dengan menerapkan aturan minimal 60 atau 70 persen kemenangan sebagai syarat minimal terpilih. Umumnya, calon populer yang biasanya merupakan petahana yang berhasil membangun daerahnya akan mendapatkan dukungan yang tinggi, bisa 80-90 persen.

Namun untuk calon-calon tunggal hasil rekayasa, lebih sulit untuk mendapat dukungan yang tinggi karena sebagian dari mereka bahkan belum mengenal dunia politik jika batasannya hanya 50 persen plus satu suara, hal tersebut mudah dicapai.

Hal lain yang perlu dilakukan adalah meningkatkan literasi politik. Dalam masyarakat yang memiliki literasi politik yang rendah, mereka mudah dimanipulasi dengan ketokohan dari pemimpin dinasti seolah-olah anggota keluarga lain memiliki kualifikasi yang sama.

Masyarakat perlu didorong untuk memperhatikan kapasitas pribadi seorang calon pada daerah-daerah yang cukup maju di mana literasi politik lebih tinggi, dinamika politik lebih hidup sehingga upaya untuk memunculkan calon tunggal lebih kecil peluangnya. 

Demokrasi merupakan proses pencarian pemimpin terbaik. Jangan sampai kita sebagai rakyat lengah terhadap upaya manipulasi proses-proses perekrutan pemimpin tersebut karena rakyat juga yang akhirnya menanggung akibatnya.

Saya sangat malu dengan fenomena Pilbup tahun 2020 yang lalu,apakah ditahun 2024 sama dengan tahun 2029 tidak ada yang berani maju di Pilbup mendatang,ataukah Rekom partai diborong sehingga jadi faktor pemicu matinya demokrasi dikedirim

Apakah Foto Bacalon Bupati Kediri yang dipasang dipinggir-pinggir jalan hanyalah Lelucon saja, karena ini sudah proses pendaftaran sudah mulai, akan tetapi belum ada yang muncul harus ada perubahan di Kabupaten Kediri dengan hidupnya demokrasi tegasnya.

 

Penulis: RedEditor: Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Log In

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.


Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.