Daerah  

Suciwati Pertanyakan Soal Museum HAM Omah Munir yang Dinilai Mangkrak

IMG 20230605 WA0364

GERAKNEWS.COM || MALANG – Museum Hak Asasi Manusia (HAM) Omah Munir yang berlokasi di Jalan Raya Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu dinilai mangkrak. Kewajiban Pemkot Batu menetapkan tenaga ahli untuk pengelolaan museum yang dimaksud. Berkaitan dengan persoalan tersebut, kini mulai dipertanyakan oleh keluarga almarhum Munir Said Thalib.

Pertanyaan tersebut disampaikan kepada para awak media oleh pengelola Yayasan Museum HAM Omah Munir Suciwati, yang juga istri dari mendiang Aktivis Pejuang HAM Munir Said Thalib, pada Senin (5/6/2023).

“Jadi sebenarnya pada 28 November 2022, Yayasan Museum HAM Omah Munir telah menandatangani Kesepakatan Bersama (KSB) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Pemerintah Kota Batu berkaitan dengan pengelolaan Museum HAM Omah Munir Kota Batu. Lingkup kerjasama tersebut meliputi penyediaan tenaga ahli, termasuk juga dengan penyusunan rencana pengembangan dan isi museum, dan penyelenggaraan pameran, serta pelaksanaan kegiatan di museum,” kata Suciwati.

Menurutnya, hal itu sesuai dengan PKS yang telah ditandatangani bersama, dalam hal ini Yayasan Museum Omah Munir memiliki kewajiban untuk menyediakan tenaga ahli, termasuk juga dengan menyusun rencana pengembangan museum, dan memberikan dukungan dalam pembelajaran HAM, dan promosi wisata pendidikan HAM kepada masyarakat.

“Maka dari itu, dalam hal ini Pemerintah Kota Batu memiliki kewajiban untuk menetapkan tenaga ahli dalam pengelolaan museum, melaksanakan pengelolaan museum, menetapkan rencana pengembangan, dan penyelenggaraan kegiatan eksibisi dan pembelajaran HAM. Yayasan Museum Omah Munir telah memenuhi kewajiban yang telah disampaikan dalam kesepakatan tersebut, namun akan tetapi sampai sekarang belum mendapat kejelasan tentang bagaimana langkah-langkah pengembangan museum itu dilakukan,” ujar Suciwati mempertanyakan.

Dirinya menambahkan, pembangunan fisik Museum HAM Omah Munir yang telah dimulai sejak 2022 telah menghadirkan bangunan museum sesuai rancangan bangun, tetapi pengembangan isi museum, menurutnya sampai sekarang tetap belum terlaksana.

“Bangunan museum yang telah jadi tetap belum dimanfaatkan sesuai dengan rencana. Alih-alih mempercepat kerjasama pengembangan dan operasionalisasi “Gedung Museum” Pemerintah Kota Batu justru melakukan kegiatan – kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya sebagai Museum HAM Omah Munir,” ungkap Suciwati.

Dirinya kembali mempertanyakan, jika sebelumnya ada penandatangan MoU yang kemudian dilanjutkan dengan PKS antara Dinas Pariwisata (Disparta) Pemkot Batu, dan Yayasan Museum HAM Omah Munir pada November tahun lalu.

“Seharusnya, itu menjadi kekuatan untuk segera mengisi di Museum Ham Omah Munir, namun sampai sekarang tidak kunjung terealisasikan. Padahal kita sudah mengirimkan kurator. Karena rencana kita membuat wahana pendidikan Museum HAM Omah Munir itu untuk edukasi bagi anak-anak. Tapi berkaitan dengan itu, dari Disparta Pemkot Batu kita selalu diberikan berbagai alasan seperti susahnya pencairan dana, tentu saja kita tidak mengerti soal yang ada di internal Pemkot, atau Pemprov, itu yang harus dijelaskan kepada publik,” tegas Suciwati.

Terlebih, lanjut Suciwati, sudah sekian bulan tidak ada kemajuan apapun di Museum HAM Omah Munir, sementara pihak dari Disparta Pemkot Batu sendiri sudah membelanjakan uang untuk Museum HAM Omah Munir tanpa komunikasi dan tanpa melibatkan pihaknya selaku pengelola yayasan.

“Pada hal itu sudah keluar uang Rp 2 miliar lebih, tentu saja kami tidak mau kalau nantinya kami yang harus bertanggung jawab. Itu salah satu yang jadi pertanyaan kami, dan mereka bisa meminta uang dibelanjakan lewat E-Katalog, kalau itu tidak sesuai dengan apa yang kita kirimkan soal bagaimana proposional wahana pendidikan HAM untuk anak-anak,” ujarnya.

Kemudian, masih kata Suciwati, berkaitan dengan E-Katalog yang dimaksud, berdasarkan informasi yang ia terima menyebutkan, jika itu sangat terbatas, alhasil pihaknya pempertanyakan.

“Kami jadi tidak paham, yang pasti kami merasa selalu di pingpong, karena ketika menanyakan terkait dengan hal itu kami dilempar ke Disparta, dan ke pihak BKD, kemudian kami lagi-lagi disuruh untuk menanyakan itu kepada pihak Provinsi Jatim. Kami tidak mau diperlakukan seperti itu, sementara kegunaan Museum HAM Omah Munir itu sendiri berbeda dengan fungsi yang diamantkan, karena saat ini di isi dengan gnding-gending, dan beralih fungsi, seperti dibuat taria-tarian dan semacamnya,” keluh Suciwati.

Meski diakuinya, jika pihaknya hingga sejauh ini tidak mengerti, namun pihaknya tak patah arang, bahkan selalu berkomunikasi dengan Pemerintah Kota Batu.

“Museum HAM Omah Munir ini dibawah naungan Disparta Pemkot Batu, tentu kita selalu berkoordinasi dengan Disparta, dan kami punya WhatsApp Group dengan mereka, tapi pertanyaan-pertanyaan kami kerap tidak mendapatkan jawaban yang pasti, kami merasa pertanyaan kami digantung dan diabaikan. Kami juga kerap komunikasi dan diskusi intens dengan Bapak Pj Wali Kota Batu. Seperti halnya ketika mengirimkan rilis. Dan jika tetap tidak ada jabawan dan kepastian yang jelas dari Pemkot Batu, maka kami akan melakukan somasi,” ujarnya mempertegas.

Terkait dengan hal itu, kini Suciwati bersama para pengelola dan pengurus Yayasan Museum HAM Omah Munir, akan menindaklanjuti sebagian tangung jawab dirinya sebagai pengelola di Museum HAM Omah Munir.

“Supaya tidak terlihat mangkrak, dan Museum HAM Omah Munir tidak kotor, fungsinya harus dialihkan yang lain. Namun, pihak Disparta Pemkot Batu mengatakan, daripada kosong lebih – baik diisi, kalau saya lebih baik disegerakan saja toh itu memang sesuai dengan rencana awal yang kami sampaikan waktu itu,”minta Suciwati.

Soal wahana pendidikan edukasi bagi anak-anak, menurutnya masih banyak yang akan diberikan di Museum HAM Omah Munir.

“Harapan kami jelas, termasuk proposal yang sudah kami kirimkan itu, tentu agar publik segera menikmati, apa yang mau di edukasikan pada publik tentang pendidikan HAM untu anak-anak,” pungkas Suciwati.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Pemkot Batu Drs. Aries As Sidiq, M.H menyampaikan, jika pada saat ini pihaknya sedang melakukan upaya koordinasi dengan pimpinan berkaitan dengan Museum HAM Omah Munir yang dimaksud.

“Terkait dengan Museum HAM Omah Munir, tentunya kami akan melakukan koordinasi dengan para pimpinan. Jadi, hari ini akan kami koordinasikan di Pemkot bersama dengan pimpinan,” tandas Arief melalui sambungan ponselnya.

Dilansir dari berbagai sumber. Munir Said Thalib adalah aktivis yang bersuara lantang memperjuangkan penegakan HAM sejak masa pemerintahan Orde Baru. Berikut ini biografi sang pejuang yang namanya diabadikan menjadi Museum HAM Omah Munir di Kota Batu.

1. Kelahiran dan Jejak Perjuangannya

Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur pada 8 Desember 1965. Dia adalah satu dari sekian banyak orang yang lantang memperjuangkan hak asasi manusia. Namanya tak bisa dilepaskan dari perjuangan HAM di tanah air. Bahkan sejak zaman Orde Baru yang otoriter di bawah Presiden Soeharto, Munir sudah lantang membela pihak-pihak pencari keadilan.

Sejumlah kasus pelanggaran HAM yang pernah dia tangani antara lain: kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta pada 1997 dan 1998, kasus Tanjung Priok 1984 – 1998 dan penembakan mahasiswa dalam tragedi Semanggi I dan Semanggi II.

2. Keluarga

Munir Said Thalib meninggal dunia dengana meninggalkan seorang istri bernama Suciwati yang dia nikahi pada tahun 1996. Dari pernikahan tersebut, Munir dikaruniai dua orang anak.

Sepeninggal Munir, Suciwati terus berjuang menuntut pemerintah agar mengungkap aktor intelektual pembunuh sang suami.

3. Pendidikan

Munir menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah Kota Batu. Dia kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Batu, dan SMAN 1 Batu. Selepas SMA, Munir kuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang. Semasa kuliah, Munir sudah aktif dalam kegiatan organisasi dengan bergabung menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

4. Karier

Semasa kuliah dan setelah menyelesaian S1 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Munir menghabiskan waktunya untuk penegakan HAM. Pada 1996 dia bersama sejumlah aktivis HAM mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang kian melambungkan namanya.

Dia juga mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial. Kiprahnya terhenti pada 7 September 2004. Dalam penerbangan ke Belanda untuk melanjutkan studi S2, Munir meninggal dunia karena diracun.

5. Kasus Pembunuhan yang Tak Terungkap

Munir banyak memberikan pendampingan pada kasus-kasus pelanggaran HAM. Seperti Kasus tewasnya aktivis buruh Marsinah pada 1993, kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta pada 1997 dan 1998, kasus Tanjung Priok 1984 – 1998 dan penembakan mahasiswa dalam tragedi Semanggi I dan Semanggi II.

Namun penyelesaian kasus Munir yang terjadi sejak 7 September 2004 hingga kini belum sepenuhnya terungkap. Suciwati Istri Munir dan sejumlah aktivis HAM tak lelah berjuang, menuntut pemerintah agar mengungkap sosok aktor intelektual di balik tewasnya sang aktivis pejuang HAM itu.

6. Museum Perjuangan

Museum HAM Munir didirikan di Kota Batu, untuk mengenang perjuangan sang aktivis. Pemerintah Provinsi Jawa Timur diketahui telah menganggarkan dana Rp 10 miliar untuk pembangunan museum. Peletakan batu pertama dilakukan bertepatan dengan hari kelahiran Munir.

Pewarta: Hary/Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Log In

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.