Geraknews.com-Kediri–Ketika menjalin hubungan dengan seseorang—apalagi sudah memantapkan hati dan pilihan—pasangan biasanya bertujuan membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan. Namun belakangan ini menikah menjadi fenomena sebab dilakukan di usia yang masih terbilang sangat muda.
Pernikahan merupakan ikatan suci yang bertujuan untuk menggabungkan dua individu manusia dan menciptakan keselarasan dalam keluarga.
Tujuan utama menikah adalah menjalankan ibadah dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, tanpa memandang agama yang dianut.
Pernikahan dianggap suci dalam setiap agama dan harus dijalankan dengan penuh kesakralan. Karena itu, penting bagi kita dan pasangan untuk mempertimbangkan keputusan menikah dengan serius.
Namun, tujuan ini bukan hanya sebatas mencari teman untuk bersenang-senang, melainkan juga memiliki teman yang siap mendampingi dalam segala aspek kehidupan, baik dalam keadaan bahagia maupun sulit.
Selanjutnya, menikah juga memiliki tujuan untuk saling melengkapi dan menyempurnakan satu sama lain. Setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Ketika pasangan saling mencintai, mereka akan saling melengkapi dan menerima satu sama lain apa adanya, tanpa berusaha mengubah satu sama lain.
Memiliki keturunan yang sehat juga merupakan tujuan lain dalam pernikahan. Para pasangan perlu memastikan kesehatan masing-masing, karena anak-anak yang lahir dari orang tua yang sehat memiliki kesempatan lebih besar untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
Menikah tentu tidak bisa dilakukan secara sembarangan, banyak persyaratan yang tentu harus dilakukan dan diperhatikan, terutama soal usia.
Hal ini diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, yang merupakan aturan terbaru yang mengatur pernikahan.
Melalui perubahan ini, terjadi revisi pada ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Pernikahan Nomor 1 Tahun 1974 terkait batas usia minimal untuk menikah, khususnya bagi wanita.
Sebelumnya, batas usia minimal yang ditetapkan adalah 16 tahun. Namun, dengan perubahan tersebut, batas usia minimal bagi wanita maupun pria yang ingin menikah ditingkatkan menjadi 19 tahun.
Dengan adanya peraturan ini, diharapkan pernikahan akan berlangsung dalam kondisi yang lebih matang dan mempertimbangkan faktor-faktor penting, seperti kematangan emosional dan persiapan yang memadai.
Meski begitu, saat ini pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur marak terjadi. Beberapa faktornya antara lain kondisi ekonomi yang kurang stabil, tingkat pendidikan yang rendah, dorongan dari keinginan pribadi, pengaruh dari pergaulan bebas, serta faktor adat istiadat yang mempengaruhi.
Dalam konteks ini, terdapat kemungkinan bahwa hubungan seksual pertama kali terjadi sebelum atau setelah pernikahan dilangsungkan.
Permohonan untuk menikah pada usia anak lebih banyak disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pemohon perempuan yang sudah hamil sebelumnya, serta dorongan dari orang tua yang ingin anak mereka segera menikah karena telah memiliki pasangan dekat atau pacar.
Tentu hal ini sangat disayangkan mengingat generasi mudalah yang akan meneruskan keluhuran generasi sekarang, namun pernikahan yang dilakukan di usia muda dapat menjadi penghambat terbesar dalam proses pembelajaran, pekerjaan, bahkan pertumbuhan masyarakat yang akan datang.
Dalam beberapa kasus, menikah muda mungkin bisa menjadi solusi. Namun dalam banyaknya kasus, menikah muda seolah menjadi hukuman atau jeratan para remaja yang masih labil, terbawa emosi sesaat, dan hanya memikirkan cinta tanpa tahu bahwa pernikahan dan kehidupan pernikahan tidak sesederhana saling mencintai satu sama lain,karena hal ini juga berdampak jumlah kasus perceraian melonjak.
Seperti halnya di Kabupaten Kediri,informasi yang didapat awak media ini sebanyak 195 anak remaja yang rata-rata berusia di bawah 19 tahun di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, mengajukan permohonan dispensasi kawin.
Merujuk data Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Kediri, selama enam bulan terakhir pada periode Januari hingga Juni 2024 alasan sebagian besar remaja mengajukan dispensasi kawin karena hamil duluan.
Hal tersebut menjadi sorotan Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Rakyat Anti Korupsi Indonesia atau yang lebih dikenal LSM Gerak Indonesia.
Abdul Suud Ketua Bidang Advokasi mengatakan informasi yang kami dapat sejumlah anak mengajukan dispensasi kawin karena mengaku hamil duluan karena lemahnya pengawasan terhadap orang tua.
Para remaja itu rata-rata mengaku melakukan hubungan di rumah saat orang tuanya bekerja atau sedang tidak di rumah.
Kontrol orang tua kurang, sehingga terjadi pergaulan yang agak longgar, akhirnya keblablasan hamil duluan lalu mengajukan dispensasi kawin.
Kami berharap Pemerintah Kabupaten Kediri melalui Dinas terkait serta bidang Pendidikan bisa menekan angka dispensasi kawin,karena jumlah perkara yang masih tinggi.
Sosialisasi harus digalakkan, di sekolah sekolah Menengah Pertama sampai menengah atas, serta Oprasi Oprasi ataupun razia rumah Kos atau hotel harus digalakkan demi menjaga generasi Penerus kita.
Paling tidak Dinas terkait, setiap bulan turun ke kampung dan sekolah untuk memberikan penyuluhan. Di Kediri belum ada program seperti itu, padahal itu perlu sekali digelar pungkasnya.