Geraknews.com//Bener Meriah Menanggapi berita pada link kabargayo.com Kamis 25 Agustus 2022, kemarin dengan judul “oknum wartawan abal-abal tidak ” diberi” ancam beritakan kepala desa di Aceh Tengah, Ketua PWI “Mereka berasal dari luar Aceh Tengah, ” Chaidir Toweren Ketua Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) memberikan tanggapan.
“Terkait pemberitaan tersebut sepertinya ketua PWI Aceh Tengah Win Yusri Rahman perlu meluruskan penjelasan, bahwa “narasumber berhak tidak melayani wartawan yang belum ada sertifikasi uji kompetensi wartawan (UKW).”
“Jika itu terjadi, maka jangan layani. Karena sesuai dengan ketentuan, narasumber bisa menolak di wawancarai jika wartawannya belum ada sertifikasi uji kompetensi wartawan (UKW) yang dikeluarkan Dewan pers.”
Karena Dewan pers sendiri sudah berulang-ulang menayangkan klarifikasi terkait permasalahan tersebut, seperti dimuat pada link berita mediasulbar.com dengan judul “wartawan yang belum punya sertifikasi UKW, ini penjelasan Dewan pers…
Berikut petikan isi link berita tersebut, agar sama-sama kita cerna “Untuk menegakkan profesionalisme pers, Dewan pers mengeluarkan kebijakan Uji kompetensi wartawan (UKW). Dewan Pers mengharuskan semua wartawan di Indonesia harus mengikuti UKW.
Dalam peraturan terbaru, sejak Januari 2019, UKW dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat muda, madya, dan utama.
Berdasarkan pada Peraturan Dewan Pers No.4/XII/2017 atas perubahan pada peraturan sebelumnya No. 1/II/2010 tentang Standar Kompetensi.
Dengan beredarnya kabar di media online, terkait, jika pers tidak memiliki uji kompetensi wartawan maka narasumber berhak untuk melakukan penolakan wawancara.
Sementara itu, Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, Agus Sudibyo, mengatakan, pihaknya, menepis dengan kabar penolakan wawancara tersebut, Jika wartawan belum melakukan Uji Kompetensi Wartawan ( UKW) wartawan tetap bisa untuk melakukan tugas jurnalisme untuk mewancarai narasumber.
Menurut Agus Sudibyo, dewan pers tidak memberikan aturan bagi wartawan yang memiliki sertifikasi saja yang diberbolehkan wawancara kepada narasumber “dari dewan pers tidak pernah memberikan imbauan yang macem-macem.
“Wartawan yang boleh dilayani (wawancara.red) adalah wartawan yang memiliki sertifikasi, tidak (tidak benar.red) “terangnya kepada awak media.
Agus menambahkan, pihak dewan pers dasarnya UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, kode etik jurnalis dan wartawan harus memiliki id card dari perusahaan pers tempat bekerja itu wajib dimiliki oleh wartawan saat meliput dilapangan.
“Sebaiknya jika wartawan memiliki sertifikasi kompetensi dan memiliki kartu anggota dari salah satu organisasi wartawan. Demi meningkatkan kepercayaan narasumber publik, wartawan harus memiliki kartu pers yang dikeluarkan dari perusahaan pers tempat berkerja , dan itu yang penting,”pungkasnya.
Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh ketua komisi hubungan antar lembaga dan internasional Dewan pers Agus Sudibyo, sangat jelas, dan apa yang dikatakan ketu PWI Aceh Tengah perlu diralat. Karena organisasi pers yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM syah menurut hukum dan perundang-undangan, jadi jangan pernah mengeluarkan stetmen yang dapat melukai sesama jurnalis.
Kita meminta untuk diklarifikasi, bila tidak kita akan melakukan hak jawab terkait stetmen, bahwa narasumber berhak menolak bila wartawan belum melakukan uji kompetensi.”
Siapa saja berhak mengeluarkan pendapat tetapi jangan cederai profesi, bila oknum melakukan kesalahan oknum nya yang salah bukan profesi dan bukan harus orang organisasi A atau B.
Dan saya setuju narasumber menolak memberikan informasi bila, wartawan tersebut bukan bertugas dalam wilayah tersebut alias dari luar, pun bila ia memiliki kartu anggota wajib melampirkan surat tugas bahwasanya yang bersangkutan bertugas diwilayah tersebut, dan nama yang bersangkutan tertera dalam box redaksi.